Rabu, 02 Juni 2010
Partisipasi Masyarakat Merupakan Modal Sosial Dalam Pengentasan Kemiskinan
Reformasi pada hakekatnya adalah perubahan sudut dan cara pandang serta pemahaman, dari sudut pembangunan khususnya pembangunan masyarakat, bila masyarakat pernah dipandang sebagai obyek, maka pandangan tersebut telah berubah dengan memposisikan masyarakat pada status subyek, jika diamati dari aspek kehidupan bernegara pada kondisi saat ini realisasi reformasi khususnya dalam kehidupan berpolitik, jauh lebih maju ketimbang reformasi dibidang kehidupan bermasyarakat, seperti bidang ekonomi dan sosial.
Perwujudan reformasi dalam kehidupan bermasyarakat dengan memposisikan masyarakat menjadi subyek, dengan “ pemberkuasaan ” masyarakat dalam sistem pemeberdayaan masyarakat, khususnya pada masyarakat yang tidak berdaya nampaknya menghadapi hambatan, Pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu bentuk reformasi dalam kehidupan bermasyarakat, sesuai apa yang diamanatkan baik dalam UU No.22/1999 dan UU yaitu UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, dalam undang-undang ini status dan peran masyarakat dan pemerintah dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat telah tercantum secara jelas, namun realisasinya masih belum selaras dengan apa yang kita harapkan bersama. Perubahan sudut pandang dan pemahaman terhadap paradigma baru masih membutuhkan penghayatan pada semua pihak, ketergantungan kepada pemerintah, sebagai dampak dari pemusatan kekuasaan dan keputusan serta sumber-sumber dimasa lampau ternyata masih ada terjadi belum mengalami perubahan, yang sejatinya “ bukan Partisipasi Masyarakat akan tetapi seharusnya Masyarakat Yang Berpartisipasi, Oleh karena itu melalui Pemberdayaaan Masyarakat maka sebaiknya bahkan seharusnya masyarakat diberi peran yang optimal dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara sebagai warga negara sehingga upaya ini untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian bahkan sampai pada terbangunnya Partispasi Masyarakat yang bukan skala mobilisasi dari kepentingan semata-mata pihak luar “ Proyek “ , namun Partisipasi yang terbangun adalah atas dasar kesadaran kritis dari masyarakat itu sendiri.
Perlu disadari bersama bahwa sesungguhnya wujud partisipasi masyarakat sangatlah dibutuhkan di Era Reformasi ini, dimana partisipasi masyarakat sebagai salah satu pilar dari Demokrasi dan Value-Based Social Development merupakan hal yang penting dalam hal membangun komunitas. karena melalui partisipasi masyarakat ini diharapkan akan tercapai pengambilan keputusan yang demokratis. Proses pengambilan keputusan secara demokratis itu sendiri pada dasarnya dilakukan berdasarkan musyawarah untuk mencapai kata mufakat. dalam musyawarah masing-masing pihak berusaha saling melengkapi tanpa merasa menjadi pemimpin yang super power, berdasarkan prinsip ini, musyawarah yang didilakukan dapat menjadi proses musyawarah yang diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dimana ia berada, dalam ajaran agama Islam pun menempatkan pentingnya proses musyawarah dalam upaya pengambilan keputusan, seperti dalam surat : Asy Syuara (42):38) : antara lain kutipannya adalah sebagai berikut :
…..sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan pada mereka.
Mari kita lihat bahwa: Menafkahkan sebagian rizki pada mereka yang berada dibawah garis kemiskinan sebenarnya tersirat dari ayat diatas, maka cukup jelas, adanya upaya yang dilakukan dalam Islam pun guna mengatasi maslah kemiskinan yang ada dimasyarakat.
Kita sadari bahwa kemiskinan adalah persoalan kompleks diantaranya mencakup dimensi politik, sosial, ekonomi dll, namun perlu kita sadari bahwa yang paling mendasar menjadi akar penyebab kemiskinan adalah bertumpu pada persoalan Perilaku Manusia itu sendiri, yang sejatinya manusia sebagai mahkluk Ciptaan ALLAH SWT yang kodratinya dilahirkan sebagai mahluk yang penuh dengan kesempurnaan namun dengan hilangnya nilai-nilai jatidiri sebagai insan manusia sehingga berimplikasi kepada aspek internal manusia itu sendiri yakni aspek Ahlak dan Moral, sehingga dari persoalan tersebut melunturkan nilai-nilai universal kemanusiaan serta tatanan nilai masyarakat (Social Capital), Untuk itu pengembangan partisipasi melalui ujud tolong–menolong, kerelawanan serta keikhlasan pada dasarnya merupakan tugas manusia sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama, dalam mencapai kebajikan dan ketakwaan selaku umat manusia sebagai mahluk sosial.
Tanpa mengurangi arti penting dalam upaya pengentasan kemiskinan di negeri tercinta ini sebagai warga negara tentunya berharap terhadap program yang sedang maupun yang akan datang dilakukan baik itu program yang datangnya dari Pemerintah Pusat maupun dari Pemerintah Daerah, maka demi optimalisasi dalam pelaksanaannya perlu adanya sinergitas antar pelaku program dan yang paling pokok serta mendasar adalah bagaimana integrasi kebutuhan masyarakat miskin terhadap akses sumber daya baik terhadap pemerintahnya, insane/kelompok peduli, selanjutnya kita sadari bersama bahwa kemiskinan bukan hanya masalah materi semata, namun masalahnya kompleksitas dan multi dimensional, untuk itu kita penting untuk memikirkanya bersama-sama dalam upaya mencarikan alternatif pendekatan yang mungkin dapat membantu keberhasilan penerapan program serta kebijakan yang ada selama ini. Salah satu hal yang mengelola sumber daya yang tersedia sehingga mereka dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka secara mandiri, dan tidak kalah pentingnya yakni upaya yang perlu dipikirkan yaitu berusaha merumuskan kebijakan yang dapat meningkatkan akses masyarakat miskin pada pengontrolan dan keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan dan sekaligus pengawasan tentang pemanfaatan sumber daya yang tersedia disekitar .
Tentunya kemiskinan tidak dapat dihilangkan secara total dengan cara cepat seperti membalik telapak tangan akan tetapi minimalnya dapat dikurangi secara berangsur-angsur /bertahap yang penting kita sepakati bersama bahwa kemiskinan adalah masalah kita bersama, oleh karena itu untuk dapat keluar dari permasalahannya haruslah ada gerakan kebersamaan dari semua pihak secara komprehansive dan utuh dengan mendorong perubahan perilaku masyarakat baik secara individu maupun secara kolektif, melalui proses tranformasi sosial dari kondisi masyarakat miskin menjadi berdaya dan selanjutnya menuju mandiri yang pada akhirnya menjadi masyarakat madani…………diawali dari diri sendiri masing-masing ”semoga, dan harus berjuang disertai doa”
J a e l a n i
CB- KMW Prov.Banten
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Setelah membaca posting di atas,sebenarnya keyword "Partisipatif" lah yang perlu kita pahami lebih dalam, kemudian dapat diimplementasikan ke dalam beragam bentuk metode/langkah pragmatis mengarah pada aksi-aksi 'pronangkis' secara terpadu, sehingga nilai partisipatif dapat mengakar dan tumbuh dengan baik.
BalasHapusAspek kebijakan pun dapat dianggap sebagai instrumen tata kelola pemerintah daerah yang memiliki participate value terhadap pronangkis, apabila memang di dalamnya tertuang poin-poin pro poor, pro budgeting, pro gender dsb. Hal ini tentunya sudah sangat kita pahami bersama.
Menilai apakah masyarakat, stakeholder, pemerintah dan pemangku kebijakan memiliki nilai partisipatif yang baik, tentu harus kita awali dengan menilai "kapasitasnya" dahulu, tentunya kapasitas terhadap pronangkis. Kemudian apakah ada porsi ruang-ruang partisipasi, bagaimana dan sejauhmana ruang tersebut berkontribusi dan seperti apa hubungan antar ruang-ruang partisipasi tersebut?
Langkah penilaian sederhana tadi saya balik ke dalam ilustrasi/gambaran program. Apakah kita memiliki ruang partisipasi?ya. Lalu sejauhmana pengelolaan ruang tersebut? hingga sampai kita pada pertanyaan "Bagaimana kapasitas yang terbangun dari ruang-ruang tersebut?". Tentu menilai kapasitas tidak dapat dilakukan secara sederhana. Banyak aspek/parameter yang harus ditinjau pada apa, siapa dan pada level/tataran yang berbeda pula. Intinya adalah bagaimana peningkatan kapasitas dalam meningkatkan nilai partisipatif dalam pronangkis yang diwujudkan ke dalam beragam produk Social Capital dan Good Government and Policy. Kapasitas yang baik akan menciptakan konsistensi komitmen dan peran secara sustainable.
Secara realistis kita harus memulai untuk menilai apakah masyarakat, pemerintah daerah dan pemangku kebijakan memiliki nilai partisipatif terhadap pronangkis. Bukankah hal tersebut menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan program seperti yang dituliskan oleh penulis artikel. Semoga...
Budi Hermanto
SF Kota Serang
Kemiskinan Tanggung Jawab Kita Bersama, tanggung jawab siapa KEMISKINAN ? . . . (renungkanlah kawan untuk apa dan untuk siapa kita ada), amieen
BalasHapus